Dalam rangka melestarikan, mempromosikan dan mengembangkan kebudayaan salah satunya melalui penggunaan busana tradisional Jawa Yogyakarta, maka perlu mengatur penggunaan Pakaian Tradisional pada hari tertentu di Lingkungan Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta.
Pakaian Tradisional Jawa Yogyakarta adalah pakaian dengan model tertentu mengacu model yang dipakai oleh Abdi Dalem Kasultanan Ngayogyakarta dan Kadipaten Paku Alaman, yang digunakan oleh PNS/CPNS dan PTT atau sebutan lain pada hari tertentu.
Ketentuan penggunaan Pakaian Tradisional bagi PNS/CPNS Pejabat Struktural, Pejabat Fungsional tertentu, Pejabat Fungsional Umum, CPNS PPPK dan Pegawai Tidak Tetap (PTT) atau sebutan lain dan Instansi Pusat di Daerah adalah sama, yaitu :
a. Untuk Pegawai Laki-laki :
1) baju surjan (takwa) bahan dasar lurik atau warna polos;
2) blangkon gaya yogyakarta batik cap atau tulis ;
3) kain atau jarik batik yang diwiru biasa dan berlatar warna ireng atau putih;
4) lonthong atau sabuk bahan satin polos;
5) kamus atau epek;
6) memakai keris atau dhuwung; dan
7) memakai selop atau cenela.
b. Untuk pegawai perempuan :
1) baju kebaya tangkepan dengan bahan dasar lurik atau warna polos;
2) kain atau jarik batik yang diwiru biasa dan berlatar warna ireng atau putih;
3) menggunakan gelung tekuk tanpa asesoris atau jilbab bagi muslimah;
4) memakai selop atau cenela.
Larangan (awisan) penggunaan Pakaian Tradisional bagi :
a. Untuk Pegawai Laki-laki :
1) baju surjan motif kembang atau surjan sembagi;
2) semua jenis kain atau jarik kebesaran yang dipakai Sultan/Gusti Kanjeng Ratu dan Adipati/Gusti Kanjeng Bendara serta Pangeran berdasarkan dhawuh dalem;
3) Lonthong atau sabuk cinde;
4) Kamus atau epek bahan dari bludru dibludir dengan gim/benang emas.
b. Untuk pegawai perempuan :
1) baju kebaya tangkepan bludiran;
2) semua jenis kain atau jarik kebesaran yang dipakai Sultan/Adipati/Gusti Kanjeng Ratu dan Adipati/Gusti Kanjeng Bendara.
Pada hari/peristiwa /upacara/acara yang telah ditentukan, diikuti dengan berkomunikasi lisan baik kedinasan maupun personal dengan penggunaan bahasa Jawa, kecuali pada acara upacara yang secara protokoler telah diatur.