Masyarakat dewasa ini menginginkan pemerintahan yang mengerti kebutuhan mereka, tanpa pandang bulu. Dalam memenuhi kebutuhan tersebut pemerintahpun harus menciptakan pemerintahan yang bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme, serta transparan dan akuntabel. Tuntutan masyarakat yang semakin cerdas tersebut harus dapat disikapi dengan bijak. Kinerja yang bagus sangat dituntut bagi seorang pegawai negeri sipil, khususnya di Daerah Istimewa Yogyakarta yang menjadi seorang pamong praja. Artinya seorang pegawai negeri sipil haruslah mejadi pelayan public, bukan pangreh praja yaitu penguasa.
Di DIY, budaya pemerintahan SATRIYA yang menjadi pedoman dalam melaksanakan tindakan sehari-hari harus selalu didasari dengan keraifan local Yogyakarta yaitu, sawiji, greget, sengguh, dan ora mingkuh. Selain karena itu, Yogyakarta adalah daerah istimewa, di mana pemerintahan dipimpin oleh Raja yang sekaliugus menjadi kalifatullah (mandataris Tuhan yang memimpin umat dari berbagai kalangan). Budaya SATRIYA harus dimiliki oleh setiap pegawai dengan mengutamakan kepentingan umum, bukan kepentingan pribadi, golongan, dan masyarakat tertentu. Tujuan utama dalam penyelenggaraan pemerintahan di DIY adalah hamemayu hayuning bawana yang mempunyai makna menjaga kelestarian bumi dari kerusakan.
Lingkungan dengan budaya Jawa masih sangat kental, sehingga dalam berperilakupun, semua harus disesuaikan dengan karakteristik budaya jawa Yogyakarta, yaitu:
- Religius dan ber Tuhan
- Mempunyai toleransi keagamaan yang besar
- Sangat menekankan aspek kerukunan, hormat dan keselarasan social. Tercermin dalam kearifan nilai budaya dengan kredo : Asih ing sesami dan Dudu sanak dudu kadang yen mati melu kelangan.
- Lebih suka memecahkan masalah kehidupan dengan sikap mawas diri atau tepa slira agar dapat menghindari konflik dengan pihak lain. Rumus yang digunakan : 4 N (Neng, Ning, Nung, Nang). Neng = Meneng, Sebelum berbuat mengendapkan perasaan yang tenang, terang, dan diam. Ning = Wening, Hanya dengan meneng jiwa akan menjadi jernih (wening). Nung = Anung, Dengan jiwa yang jernih akan dapat berfikir dengan baik. Nang = Menang, Akhir dari proses Neng – Ning – Nung diperoleh hasil pemecahan yang efektif dan efisien.
- Bersifat Akomodatif (Momot)
- Tidak bertindak dengan Adigang, Adigung, Adiguna. Adigang : dilambangkan binatang kijang, maksudnya hanya mengandalkan kedudukan dan status sosialnya. Adigung : dilambangkan binatang gajah, maksudnya hanya mengandalkan kepandaiannya. Adiguna : dilambangkan binatang ular, maksudnya hanya mengandalkan keberaniannya.
- Bersikap Wani Ngalah Luhur Wekasane, dan percaya bahwa Sura Dira Jayaningrat Lebur Dening Pangastuti. Bersikap wani ngalah tidak berarti kalah, karena mempunyai keyakinan bahwa dibalik wani ngalah akan mendapat kemenangan dan keluhuran dikemudian hari. Adapun kredo Sura Dira Jayaningrat Lebur Dening Pangastuti mengandung makna bahwa segala kejahatan di dunia akan hancur oleh keutamaan dan kebajikan
Apabila sifat kepemimpinan yang ada dalam pemerintahan dilandasi dengan kearifan local Yogyakarta dengan dijiwai oleh idealisme yang kuat, komitmen yang tinggi ,integritas moral, serta nurani yang bersih disertai dengan semangat Golong-Gilig, maka lengkaplah sebutan Wataking Satriya Ngayogyakarta. (dea)
Sumber : Materi Internalisasi Budaya Pemerintahan oleh Biro Organisasi, 14 April 2014